Home Default Blog
Hari perempuan Internasional sudah seharusnya menjadi momen menuntut kembali hak-hak perempuan di Indonesia. Hingga hari ini, perempuan masih disematkan stigma sebagai makhluk yang tidak berdaya. Perempuan masih diidentikan dengan “Kasur, Sumur, Dapur”. Dengan kata lain, perempuan masih dilekatkan dengan kerja-kerja domestik.
Begitulah bunyi paragraf pertama dari rilis pers yang dibagikan kepada jurnalis yang hadir, dalam konferensi pers yang diadakan pada hari Rabu (6/3) di lantai dua Masjid Al-Islam, yang terletak di belakang mall Baltos Tamansari Bandung.
Aliansi Clamber mengadakan konferensi pers dalam rangka menyerukan peringatan International Women’s Day (selanjutnya IWD) atau Hari Perempuan Internasional pada hari Jumat tanggal 8 Maret 2019. Momen yang telah diperingati rutin setiap tahun di seluruh dunia selama lebih dari 1 abad ini, menjadi suluh bagi api perjuangan pembebasan perempuan dan kelas-kelas tertindas yang diusung Aliansi Clamber. Seperti yang dikutip dalam rilisan persnya:
“Menilik sejarahnya hari perempuan internasional adalah momen peringatan persatuan gerakan perempuan dan kelas-kelas tertindas. Bermula dari pertemuan kelompok sosialis internasional di Kopenhagen, Denmark, pada tahun 1910 yang memutuskan untuk diadakannya Hari Perempuan Internasional sebagai momen perjuangan perempuan menuntut keikutsertaannya dalam partisipasi politik. Sebagai upaya dari perlawanan terhadap Perang Dunia I, Perempuan Rusia untuk pertama kalinya memperingati Hari Perempuan Internasional pada Minggu terakhir di bulan Februari 1913. Di belahan Eropa lainnya, sekitar 8 Maret di tahun-tahun berikutnya, perempuan melakukan aksi sebagai bentuk protes terhadap perang dan ungkapan solidaritas kepada saudara-saudara perempuan di seluruh dunia. Pada 1917 dua juta tentara Rusia terbunuh dalam perang. Krisis ekonomi yang menyebabkan kelaparan berkepanjangan terjadi. Kondisi tersebut menyulut perlawanan dari kelas pekerja perempuan. Kelas pekerja perempuan merespon hal itu dengan pemogokan di jalanan menuntut ‘Roti dan Perdamaian’. Pemogokan yang lantas diikuti oleh peristiwa Revolusi 1917 di Rusia yang meruntuhkan monarki Tsar. Empat hari kemudian—paska runtuhnya raja Tsar Nicolas II—pemerintahan sementara mengakui hak pilih perempuan dlam pemilu yang jatuh pada 8 Maret, dan kemudian diakui sebagai Hari Perempuan Internasional.”
Dalam konferensi pers ini Aliansi Clamber menjabarkan beragam kondisi sosial masyarakat sekaligus tuntutan yang akan disuarakan dalam aksi peringatan IWD tanggal 8 Maret nanti. Dari mulai bidang ketenagakerjaan, bidang agraria, hingga bidang pendidikan. Berikut tuntutannya:
- Cabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan, jamin hak maternitas pekerja perempuan, wujudkan lingkungan kerja yang aman, sehat dan terbebas dari pelecehan dan kekerasan seksual, hapuskan Upah Padat Karya (Bidang Ketenagakerjaan)
- Hentikan pembangunan infrastruktur yang merampas tanah rakyat, wujudkan reforma agrarian sejati—hentikan sertifikasi lahan yang menjerat rakyat pada skema utang, tarik mundur militer dari ruang hidup rakyat—bubarkan komando territorial, wujudkan kedaulatan pangan bagi rakyat (Bidang Agraria)
- Cabut UUPT No. 12 tahun 2012—wujudkan pendidikan yang gratis, demokratis dan ramah gender, bangun lembaga independen yang bertugas menuntaskan kasus-kasus pelecehan dan kekerasan seksual di Pendidikan Tinggi, galakkan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang komprehensif dalam setiap jenjang kehidupan, hapuskan diskriminasi orientasi gender dan seksual (Bidang Pendidikan)
Selain tuntutan-tuntutan di atas, bertepatan dengan Pemilu yang sebentar lagi akan diselenggarakan, Aliansi Clamber berkomitmen tidak akan memilih kedua paslon capres-cawapres yang ada. Dalam rilisan persnya: “Pemerintah mengelu-elukan demokrasi telah dialokasikan bagi perempuan, namun itu hanya dilihat sebatas keterwakilan 30% perempuan di kursi parlemen. Pada kenyataannya, Negara abai melihat permasalahan-permasalahan perempuan dan kelas tertindas. Perempuan dan kelas tertindas masih berada pada kondisi rentan terhadap kekerasan, kriminalisasi dan pemiskinan secara sistematis dan struktural.”.
Dalam aksi peringatan IWD tanggal 8 Maret nanti, aksi akan diisi dengan panggung ekspresi perempuan dan mimbar bebas, dimulai dengan longmarch dari Monumen Juang – Dipati Ukur – Cikapayang – Dukomsel – Jalan Diponegoro dan akan berhenti di Gedung Sate.
Tema yang diusung adalah “Bergerak Keluar dari Kelas Tertindas Mewujudkan Politik Alternatif Perempuan melalui Demokrasi Sejati”.
Dalam bagian akhir rilisan persnya, Aliansi Clamber menyerukan: Bergabunglah dalam peringatan Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret 2019. Gelorakan Api Perjuanganmu!
(daunjati/Naufal)