Home Default Blog
Kampus yang inklusif dalam segala hal menjadi harapan bagi semua mahasiswa di seluruh perguruan tinggi. Bukan hanya soal gender, suku, ras atau pilihan politik, melainkan, mengenai agama dan kepercayaan yang dianut mahasiswanya, begitu pula di Kampus ISBI Bandung. Mahasiswa kampus ISBI Bandung senantiasa mengharapkan kampusnya menjadi ruang bebas dan aman bagi semua mahasiswanya dalam beribadah, kegiatan keagamaan dan pembelajaran keagamaan, walaupun mayoritas mahasiswa dan akademisi ISBI Bandung beragama Islam. Tentunya, beberapa aspek yang diharapkan tersebut sudah terwujud dan berjalan dengan baik di ISBI Bandung, terutama dalam aspek lingkungan dan sosial. Banyak mahasiswa yang beragama minoritas mengaku lingkungan sosial ISBI Bandung tidak mendiskriminasi pemeluk agama dan keyakinan yang berbeda, semuanya berjalan dengan aman dan damai sehingga memudahkan mahasiswa minoritas dapat bersosialisasi.
Salah satu contohnya adalah Agus, Mahasiswa jurusan Antropologi Budaya penganut agama Kristen. Dalam wawancara bersama reporter LPM Daunjati, Agus mengaku tidak pernah sama sekali mendapatkan diskriminasi soal agama di lingkungan ISBI Bandung, terutama oleh mahasiswanya. Agus mengaku mereka lebih terbuka dalam bersosialisasi dan tidak mempermasalahkan agama yang dianut oleh seseorang.
Aspek lain dari sosialisasi yang menjadi poin kampus inklusi beragama adalah mengenai pendidikan agama. Kurikulum yang diatur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL pasal 37 poin 2 menyebutkan bahwa pendidikan tinggi wajib memuat: a. pendidikan agama; b. pendidikan kewarganegaraan; dan c. bahasa. Jika dilihat dari pasal tersebut, pendidikan agama merupakan yang pertama disebutkan untuk pendidikan yang wajib dipelajari oleh semua mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia. Artinya, kampus harus ikut serta memberikan fasilitas dan hak belajar agama bagi mahasiswanya.
Kendala yang banyak dialami oleh perguruan tinggi mengenai pendidikan agama adalah beberapa perguruan tinggi hanya memfasilitasi dan memberikan hak belajar pendidikan agama kepada agama mayoritas. Hal yang serupa terjadi di kampus ISBI Bandung, mahasiswa minoritas mengaku tidak mendapatkan hak dan fasilitas belajar yang sesuai dengan agamanya, Ini terjadi karena kampus hanya menyediakan dosen pengajar khusus agama Islam, sehingga mahasiswa penganut agama lainnya harus secara mandiri mencari pengajar agama. Kartika, Mahasiswa Antropologi Budaya penganut agama Hindu mengaku selama mata kuliah agama dia tidak mendapatkan fasilitas seperti dosen atau arahan untuk belajar agama. Hanya saja, ketika ujian dia baru mendapatkan soal ujian agama hindu dari dosen yang menganut agama hindu di jurusan lain. Kartika juga mengeluh mengenai ujian yang diberikan karena saat pembelajaran dan pemberian materi tidak pernah mendapatkanya.
Dengan adanya kasus ini, beberapa mahasiswa minoritas merasa resah, salah satunya sekelompok mahasiswa ISBI Bandung penganut agama Kristen. Keresahan mereka seringkali disampaikan kepada pihak perguruan tinggi, tetapi perubahan belum terjadi, hingga pada tahun 2021 sekelompok mahasiswa ISBI Bandung yang beragama Kristen menginisiasi pembuatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) berbasis agama guna memberikan wadah bagi mahasiswa Kristen ISBI Bandung untuk beribadah, berkegiatan seputar keagamaan, dan tentunya membantu perguruan tinggi dalam memecahkan permasalahan hak pendidikan keagamaan bagi mahasiswa penganut agama Kristen di ISBI bandung. Maka pada tahun 2022, ISBI Bandung meresmikan UKM Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK).
Adanya UKM PMK memberikan dampak yang baik bagi mahasiswa penganut agama Kristen di ISBI Bandung. Ini diungkapkan oleh Juan Sebastian, Mahasiswa Karawitan yang beragama Kristen dalam wawancara bersama reporter LPM Daunjati. Juan mengatakan pada saat dia mengambil mata kuliah agama, dia merasa kebingungan karena harus secara mandiri datang ke gereja dan meminta pembuka agamanya untuk memberikan pengajaran keagamaan. Hal ini menjadi semakin membingungkan karena pihak kampus atau dosen pengampu tidak memberikan kisi-kisi, maupun bobot yang harus diajarkan pembuka agamanya kepada Juan. Namun, Juan mengatakan setelah adanya UKM PMK, adik tingkatnya tidak perlu mengalami hal serupa seperti yang dialami dirinya karena PMK mewadahi mahasiswa yang menganut agama Kristen untuk dapat mengambil mata kuliah agama secara kolektif.
PMK juga menjadi wadah beribadah bagi para penganutnya dengan kegiatan beribadah bersama. Ini memberi kemudahan bagi mahasiswa beragama Kristen yang bukan berasal dari kota Bandung, salah satunya Maria selaku Mahasiswa Antropologi yang mengaku terbantu dengan adanya PMK dalam beribadah dikarenakan dia seorang perantau sehingga kesulitan untuk mengetahui tempat ibadah.
Beberapa kampus di Bandung raya juga menerapkan hal sama untuk mengatasi permasalahan hak belajar mata kuliah agama, salah satunya UNJANI (Universitas Jendral Ahmad Yani). Untuk mahasiswa yang beragama non-muslim, saat mengambil mata kuliah agama itu dihimpun oleh UKM, lalu UKM akan bekerjasama dengan dosen pengampu untuk mengadakan kegiatan belajar keagamaan dan menentukan bobot ajar yang mantinya diberikan. Walaupun UNJANI belum memiliki semua UKM keagamaan yang bisa membantu mahasiswanya, setidaknya unjani sudah memiliki 2 UKM keagamaan untuk minoritas, yakni Keluarga Mahasiswa Katolik (PMK) dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK).
Namun, ada juga kampus-kampus yang secara langsung memberikan hak belajar agama bagi mahasiswa minoritas tanpa harus memiliki UKM, seperti Universitas Padjajaran (UNPAD) yang memberikan hak belajar agama dengan cara mengolektifkan para mahasiswa berdasarkan agamanya, lalu membuat jadwal pelajaran agama bersama sehingga mahasiswa minoritas tetap mendapatkan hak belajar agama. Dengan adanya fasilitas seperti ini, mahasiswa minoritas tidak kebingungan untuk belajar mata kuliah agama walau tidak memiliki UKM. Akan tetapi, bukan berarti UNPAD tidak memiliki UKM keagamaan. UNPAD tetap memiliki UKM keagamaan seperti Keluarga Mahasiswa Muslim (KMMK), Keluarga Mahasiswa Buddhis Dharmavira Universitas Padjadjaran (KMBD UNPAD), dan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Universitas Padjadjaran.
Selain UKM agama Kristen, ISBI Bandung juga memiliki UKM berbasis agama lainnya, yakni UKM Pemahaman Nilai-Nilai Islam (PEMANIS). UKM ini telah lebih dahulu berdiri dari UKM PMK. Walaupun Islam merupakan agama mayoritas di lingkungan ISBI Bandung, tetapi UKM ini juga tetap diperlukan untuk memberikan wadah bagi penganutnya dalam beribadah, berkegiatan, dan belajar persoalan agama lebih luas.
Beberapa penganut agama dan kepercayaan lain juga menyebutkan kelompok agama atau UKM keagamaan di lingkungan kampus ISBI Bandung itu diperlukan. Hal ini disampaikan Sendi sebagai mahasiswa Karawitan penganut kepercayaan Penghayat. Ia mengaku tidak pernah tahu mahasiswa ISBI Bandung lainnya yang menganut kepercayaan yang sama selain dia dan kakaknya. Ketidaktahuan ini terjadi karena tidak ada ruang berdiskusi perihal keagamaan dan kelompok yang menghimpun keyakinan mereka. Selain itu, Kartika juga mempunyai keinginan yang sama untuk adanya UKM atau Kelompok keagaman Hindu di ISBI Bandung karena selama dua tahun ia berkuliah, Kartika tidak pernah tau mahasiswa penganut agama Hindu lainya selain dari jurusan Antropologi Budaya. Kartika juga berharap adanya UKM atau Kelompok keagamaan Hindu untuk membantu adanya ruang ibadah di lingkungan kampus agar dia bisa lebih mudah dalam beribadah karena agama Hindu yang harus menjalankan ibadah tiga kali dalam sehari.
Penulis : Febi Fauziah
Dokumentasi : UKM PMK, UKM Pemanis, Kartika
Penyunting : Acep Muhamad Sirojudin