Home Default Blog

IRONI KAUM METROPOLITAN DALAM TEATER BALKON KARYA JEAN GENET
ARTIKEL

IRONI KAUM METROPOLITAN DALAM TEATER BALKON KARYA JEAN GENET

Hymne aktor mengawali sebagai pembukaan dari pertunjukan tugas akhir teater dengan judul Balkon/The Balcony/Le Balcon karya Jean Genet versi terjemahan dari  Fathul A. Husein berdasarkan versi bahasa Inggris The Balcony oleh Bernard Fretchman yang merupakan pertunjukan dengan minat pemeran mahasiswa akhir Reza Siraj Raihan dan Giralda Diyanastyar Putri. Pertunjukan ini dilaksanakan di Gedung kesenian Sunan Ambu pada hari Selasa, 12 November 2024. 

Sebelum membicarakan mengenai pertunjukan ini, lebih awal kita perlu mengetahui tentang penulisnya. Lalu, siapa itu Jean Genet? Jean merupakan novelis, dramawan, penyair, eseis dan aktivis politik yang berkewarganegaraan Prancis. Dulunya merupakan seorang pengembara dan perilaku kriminal kecil-kecilan tetapi pada akhirnya beliau memilih menjadi penulis. Selain Le Balcon ada pula karya-karya Jean Ganet yang lain salah satunya Novel Querelle of brest. Teater Le Balcon karya dari Jean Genet, pertama kali dipentaskan pada tahun 1957 di Théâtre de l’Atelier, Paris. Terdapat juga dua versi bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Bernard Fretchman yaitu versi pertama pada tahun 1958, kemudian dilanjutkan dengan versi revisi kedua tahun 1966. Teater ini pun juga turut diangkat menjadi film oleh Joseph Strick pada tahun 1963. Mengutip dari Arts Magazine (Edisi #167, Mei 1957) ia terinspirasi menulis naskah ini dari keadaan perang saudara spanyol dibawah kepemimpinan diktator Francisco Franco 

Instalasi properti pada teater “Balkon” karya Jean Genet. Bandung, 12 November 2024 (Foto : M. Haikal A. A./LPM Daunjati)

Lebih dari itu, dilansir dari media sosial pertunjukan @lebalcon2024 naskah Le Balcon menampilkan beberapa karakter yang berperan sebagai figur otoritas seperti uskup, jenderal dan hakim yang mewakili gambaran kekuasaan dalam masyarakat. permainan peran didalamnya menggambarkan betapa rapuhnya konsep kekuasaan yang mereka pegang dalam mengendalikan masyarakat.

Konflik Antar Kekuasaan 

Melalui naskah ini, Jean Genet mengeksplorasi tema kekuasaan, fantasi dan identitas yang sejalan dengan kecenderungan karyanya yang lain. Berlatar belakang rumah bordil bernama Grand Balcony, dimana karakternya memainkan peran yang mencerminkan keinginan dan kepentingan sosial. konsep marginalitas muncul dalam tokoh yang terjebak dalam fantasi dan pelarian dari realitas. Selain itu, Jean Genet mengungkapkan dalam naskah ini bagaimana kekuasaan dan seksualitas saling terkait, serta bagaimana individu bisa menemukan identitas mereka dalam situasi ekstrim dengan ironi di balik realita gaya hidup kaum metropolitan yang memiliki kecenderungan untuk menenggelamkan diri kepada ilusi kekuasaan dalam meraih legitimasi sosial. 

Adegan puncak konflik dari teater “Balkon” karya Jean Genet. Bandung, 12 November 2024 (Foto : M. Haikal A. A./LPM Daunjati)

Teater ini juga turut menggambarkan absurditas ruang dengan disimbolkan pada rumah bordil Grand Balcony, yang menjadi ruang di mana para pelanggan yang bekerja sebagai figur otoritatif seperti uskup, jenderal, atau hakim merasakan kekuasaan yang sebenarnya semu. hal tersebut menciptakan dualitas di mana dunia nyata menjadi tempat yang penuh ketidakpastian, sedangkan para pelanggan yang mengunjungi Grand Balcony justru merasa aman sekaligus larut dalam nafsu duniawi dengan memberi rasa aman dari situasi kekacauan perang revolusi yang terjadi di luar rumah bordil, dimana masyarakat digambarkan terombang-ambing dalam kekacauan. Hal tersebut memperlihatkan sebuah kontradiksi bahwa otoritas yang mereka miliki hanya bersifat semu dengan masih bergantung kepada relasi tempat dan waktu . 

Dalam novel autobiografi “The Thief’s Journal” (1949) Jean Genet menjelaskan bahwa “Tindakan erotis menggambarkan dunia yang tak terdefinisi, diekspresikan melalui bahasa rahasia para kekasih di malam hari. Bahasa ini tidak pernah ditulis, melainkan dibisikkan dengan suara pelan dan serak di tengah gelapnya malam. Namun, saat pagi tiba, semua itu terlupakan”. Sehingga kehadiran erotisisme dalam karyanya merupakan sebuah medium dialektika dalam menggambarkan upaya manusia untuk membebaskan diri dari pengekangan moralitas sosial yang secara kaku terbagi antara nilai sakral dan profan.

Realitas Panggung

Meskipun teater ini berhasil menyuguhkan narasi yang menarik, terdapat beberapa aspek interpretasi dalam eksekusi akhir pertunjukan yang memerlukan evaluasi mengingat diperlukan keseimbangan antara inovasi dan keselarasan agar pesan kritik sosial yang terdapat dalam Le Balcon dapat disampaikan secara lebih efektif kepada para penonton. 

Salah satunya adalah transisi dari efek suara yang terkadang terasa terlambat masuk, sehingga sedikit mengganggu atmosfer adegan yang sedang dibangun. Dalam pementasan ini, meskipun para aktor berhasil membawakan watak dalam peran mereka secara utuh hingga akhir, ada beberapa aspek teknis yang mengurangi dampak dramatik dari cerita. Salah satunya adalah masalah artikulasi dari beberapa aktor yang masih terdengar kurang jelas. Hal ini menjadi cukup fatal karena dapat menghambat pemahaman penonton terhadap dialog dan pesan yang ingin disampaikan, bahkan berpotensi menyebabkan kejenuhan kepada penonton awam dalam mengikuti alur cerita. Selain itu, modifikasi pada set panggung, seperti penggunaan tubuh manekin untuk mewakili para pekerja di Grand Balcony, meskipun menarik secara visual, terasa seperti penyederhanaan dari konsep asli. Penggunaan manekin sebagai representasi dari manusia dimasukan hanya untuk mengisi kekosongan ruang yang ada. Lebih jauh lagi, pengurangan jumlah karakter seperti trio The Photographer (Blood, Tears, dan Sperms), yang seharusnya berfungsi sebagai antitesis bagi para tokoh otoriter seperti Hakim, Jenderal, dan Uskup, berdampak pada ritme garapan ini. Penghapusan atau penyederhanaan peran membuat cerita terasa terburu-buru, dengan mengulur waktu untuk pengembangan narasi, dan para penonton dalam pertengahan jalan diajak berlari menuju puncak konflik tanpa diberikan ruang yang cukup untuk membangun ketegangan emosional.

Adegan percobaan pembunuhaan Madame Irma saat pelantikan menjadi Ratu dalam Teater “Balkon” karya Jean Genet. Bandung, 12 November 2024 (Foto : M. Haikal A. A./LPM Daunjati)

Menanggapi perihal proses penggarapan teater, Siska Ari Nugraha selaku pimpinan produksi dari garapan ini mengakui bahwa “naskah ini berat menurut aku pribadi karena sedikit sekali referensi yang dapat kita pakai,” perihal evaluasi penampilan akhir ia juga turut menambahkan bahwa  “penampilan kita jauh dari kata sempurna, terutama dalam pemahaman naskah, karena ini juga pertama kali Le balcon dipertunjukan dalam bahasa Indonesia.” tuturnya.

Secara keseluruhan, pertunjukan teater Balkon/The Balcony/Le Balcon dapat berjalan sukses hingga tirai ditutup dengan usaha kerja keras para aktor serta kru didalamnya. Adapun berbagai kekurangan didalamnya dapat dijadikan sebagai pelajaran dalam menampilkan garapan ini dengan lebih baik di masa yang akan datang.


Penulis : M. Haikal. A. A, Hana Diah
Dokumentasi : M. Haikal. A. A.
Penyunting : Ossa Fauzan N.