Home Default Blog

JOSE KAROSTA: REVOLUSI HANYA AKAN GANTI BAJU, SEMENTARA JIWANYA TETAP SAMA!
ARTIKEL

JOSE KAROSTA: REVOLUSI HANYA AKAN GANTI BAJU, SEMENTARA JIWANYA TETAP SAMA!

Kelompok Aktor Piktorial baru saja melaksanakan tur 5 kota dengan destinasi tur pertama dimulai di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Kota Bandung pada Selasa, 4/2/2025 dengan mempersembahkan “Kesaksian Burung-Burung Kondor” yang ditafsir dari penggalan lakon “Mastodon dan Burung Kondor” karya W.S Rendra. Pertunjukan ini sebelumnya pernah dipentaskan di Perpustakaan Ajip Rosidi Bandung sebagai penghormatan kepada W.S Rendra pada 9 November 2024.

Pertunjukan ini menawarkan pengalaman berbeda kepada para apresiator, kesempatan pertama ruang pertunjukan tidak seperti panggung konvensional. Pertunjukan tersebut berada di lantai tiga dengan ruang yang tidak terlalu luas, dengan ukuran sekitar 10×5 meter dengan jarak penonton sangat dekat seperti ruang kelas meja siswa dengan papan tulis. Jarak penonton menjadi sebuah kenikmatan bagi apresiator karena jarak pandang mata dengan aktor, suara aktor, dan mimik muka terlihat dan terdengar lebih jelas sehingga menjadi ruang intimate bagi para apresiator. Perbedaan lainnya adalah aktor yang berubah, sebelumnya aktor Fabiola (Fitriani) diganti dengan (Putri) pada pertunjukan yang kedua. Lalu Gloria (Nida)  pada pertunjukan pertama diganti dengan (Fellycha), dan anak buah dari Juan (Virgiawan) digantikan oleh (Rifaldi). Perubahan komposisi aktor tersebut secara kuat tidak menimbulkan kesan saling mendominasi satu sama lainnya.

Lalu dari bagian artistik seperti pemusik pada bagian pertunjukan pertama terasa petikan gitar tremolo, yang kedua alunan klasik dan mapping visual yang sebelumnya tidak ditampilkan menjadi kekuatan visual yang penuh dengan syarat semiotik. Beberapa elemen tersebut memiliki kekuatan lain yang dihadirkan dalam wajah panggung dan menjadi pembeda pada pertunjukan pertama dan kedua, tentu saja pertunjukan kedua lebih hikmat karena equipment yang dibutuhkan lebih maksimal. Satu-satunya yang tidak berubah adalah wajah panggung yang kosong tanpa setting properti apapun.

Pertunjukan Teater yang disajikan Kelompok Aktor Piktorial dalam Tur 5 Kota, Foto diambil Saat Tur Perdana di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung, Pada Selasa, 4 Februari 2025. (Foto: Ghassan)

Revolusi Budaya adalah sikap Jose Karosta

Sehingga, perlawanan terhadap kekuasaan tidak hanya harus fisik, tetapi juga harus membongkar cara berpikir yang sudah tertanam dalam kesadaran rakyat.

-Antonio Gramsci.

Konflik antara Jose Karosta dengan Juan Frederico tentang revolusi terletak dari sikap mana yang mereka pilih. Dalam naskah lengkap karya W.S Rendra, Jose Karosta dan Juan Frederico digambarkan sebagai seorang mahasiswa. Juan Frederico merupakan mahasiswa kritis dan mempunyai semangat manajemen massa yang kuat hingga dapat mengacungkan senjata, sedangkan Jose Karosta digambarkan sebagai seorang mahasiswa sekaligus penyair. Pertentangan mereka selaras dengan Irwan Jamal selaku sutradara, bahwa dalam tafsir cerita Kelompok Aktor Piktorial, kisah para Mastodon ditiadakan dan kisah pertentangan antara Jose Karosta dan Juan Frederico serta anak buahnya dipertajam.

Dalam sikapnya, Jose Karosta berada di posisi Revolusi Budaya dan menolak bentuk kekerasan seperti yang ingin dilakukan oleh Juan Frederico, hal itu selaras dengan dialog “Revolusi hanya akan ganti baju, sementara jiwanya tetap sama!” dari novel karya George Orwell yang berjudul Animal Farm. Semangat dari Frederico dan Jose Karosta sama persis seperti tokoh Napoleon dan Snowball dalam novel Animal Farm, bahwa perjuangan revolusi Napoleon dan Snowball untuk menggulingkan kediktatoran tuan Jones berhasil, dan pada akhirnya hanya mengulang kembali kepada kediktatoran yang berbeda. Hasil dari revolusi tidak ada bedanya, hanya berubah jubah tetapi jiwanya tetap sama. Untuk hal itu Jose Karosta memilih revolusi budaya dengan perubahan sosial yang berfokus pada transformasi kesadaran, nilai, dan cara berpikir masyarakat melalui seni, sastra, filsafat, dan budaya, bukan dengan kekerasan atau perang.

Panggung Kosong Sebagai Medan Bebas Untuk Aktor

Kedua pertunjukan yang telah ditampilkan oleh Kelompok Aktor Piktorial tidak menggunakan satu setting dalam wajah panggung, yang ada hanyalah aktor dan mapping visual. Konsep panggung kosong tersebut menjelaskan bahwa “Panggung kosong ini menjadi medan bebas bagi pergerakan para aktor dan menciptakan sebuah visualisasi matematis dalam pola blocking, moving, picturizing, dan grouping, yang kemudian menjadi tafsir atas penciptaan ruang dan waktu. Ruang dan waktu menjadi lentur, panggung menjelma menjadi ruang apapun dan bergerak bebas, maju mundur, melingkar, dan membeku. Panggung kesaksian Burung-Burung Kondor menjelma menjadi panggung imajiner berisi peristiwa campuran antara dunia keseharian dan dunia imajinasi.” konsep artistik tersebut menjadi pembeda dengan pertunjukan yang umumnya selalu menggunakan setting properti sebagai visual ciri identifikasi peristiwa terjadi. Tetapi Irwan Jamal selaku sutradara mempunyai konsep lain, bahwa setting properti bisa diciptakan oleh aktor, entah itu dengan dialog atau dengan gestural yang dipupuk dalam imajiner apresiator.

 

Pesan Yang Menghantam Penonton

Penampilan dari Kelompok Aktor Piktorial membawakan “Kesaksian Burung-Burung Kondor” berhasil menjambak kesadaran penonton bahwa kesadaran bisa didapatkan dalam pertunjukan teater, hal ini selaras dengan keinginan Bertolt Brecht yang menyatakan bahwa pertunjukan teater mesti merangsang kesadaran penonton dan tidak larut dalam emosi yang diagung-agungkan oleh Aristotelian dalam konsep katarsisnya. Pertunjukan dikatakan berhasil apabila benang-benang semrawut  dalam pertunjukan dapat diurai dengan diskusi dan tulisan tentang pertunjukan yang telah dilaksanakan.

Pertunjukan ini juga sarat dengan konteks sosial saat ini dan akan terus relevan karena pada saat Rendra membuat naskah ini pada waktu 1971–1973, naskah ini ditujukan sebagai kritik kepada pemerintah Indonesia. Nama tokoh dan peristiwa dibelokkan ke Amerika Latin untuk lolos sensor atau terhindar dari pembredelan yang dilakukan pemerintah Indonesia. Pesan dalam cerita Mastodon dan Burung Kondor bisa diserap dalam kehidupan saat ini bahwa; tidaklah mesti menjadi penyair untuk bisa menangkap kesadaran, tetapi seorang penyair harus bisa menangkap kesadaran. Maka rangkul kawan-kawan, konsolidasi keputusasaan, lawan rezim yang menindas rakyat. Bahwa seni tidak hanya menjadi wahana hiburan tetapi bisa sebagai alat perjuangan dan menyebarkan kesadaran seperti kutukan yang akan terus ada dan berlipat ganda.

 

 

Penulis: Resa Ramadhan

Dokumentasi: Ghassan

Penyunting: M. Haikal A. A.