Home Default Blog
Oleh: Ariel Valeryan*
Jalan kebenaran keempat merupakan rumusan yang ditemukan dalam buku bahasa Rusia yang berjudul A New Model of the Universe karya Ouspensky, seorang filsuf dan matematikawan asal Rusia. Karyanya kali ini dianggap mendamaikan polemik yang kerap terjadi pada jenis-jenis kebenaran, yaitu kebenaran ilmu pengetahuan, agama, filsafat, dan seni. Lantas, seperti apa kebenaran seni sebagai model baru yang diperkenalkan Ouspensky dapat mengantar kita pada kebenaran?
Untuk menjawabnya, pada Sabtu, 15 Maret 2025, Keluarga Mahasiswa Teater (KMT) ISBI Bandung menggelar diskusi dengan mengusung tema “Seni Teater Sebagai Jalur Kebenaran Keempat dan Wadah Dialektika”, yang dilaksanakan secara virtual dan dibawakan oleh pemateri Adhyra Pratama Irianto. Diskusi ini hadir sebagai bentuk upaya memaknai kembali konsep jalan kebenaran keempat yang diperkenalkan oleh Ouspensky yang disadur dari pemikiran gurunya. Selain itu, sebagai pemantik lahirnya ruang diskusi dengan bahasan yang berdekatan dengan seni.

Hadirnya empat jalan kebenaran ini (ilmu pengetahuan, agama, filsafat, dan seni) tentunya menjadi upaya Ouspensky untuk mendamaikan keempatnya yang memiliki perbedaan dan ciri khusus masing-masing dalam melihat suatu kebenaran, sebagaimana:
Pertama, ciri kebenaran agama merupakan kebenaran yang mutlak, tidak dapat ditentang, sebab ia bersifat dogmatis, sumbernya berangkat dari wahyu Tuhan. Contoh kebenaran agama adalah kitab suci (yang secara umum diyakini sebagai sabda atau perintah Tuhan), yang mana itulah yang menjadi sebab mengapa kebenaran agama bersifat mutlak dan secara dominan memegang keabsahan yang tidak dapat ditentang (karena berakar dari titah Tuhan).
Kedua adalah jalan kebenaran filsafat, jalan kebenaran filsafat tentunya tidak lepas dari sifat dan landasan filsafat itu sendiri, yaitu berlandaskan logika, seperti berpikir kritis dan analitis terhadap segala macam hal yang baru ataupun yang sudah ada dalam mencari sebuah kebenaran. Contohnya, jika susu itu berwarna putih, maka betul adanya jika memang susunya harus berwarna putih.
Kebenaran ketiga adalah kebenaran ilmu pengetahuan atau sains. Kebenaran ilmu pengetahuan merupakan jenis kebenaran yang datang berdasarkan metode empiris, ilmiah, dan eksperimen berulang-ulang. Sedangkan yang dibahas dalam diskusi ini adalah kebenaran keempat yaitu kebenaran seni. Ouspensky dalam bukunya berusaha menyusun kembali pemikiran gurunya -Gurdjieff- dalam memperkenalkan jalan utama kebenaran yang melibatkan pengalaman mistik. Namun, alih-alih sama dengan Gudjieff yang menekankan pengalaman dan pandangan mistik dalam mencari kebenaran, Ouspensky justru menghilangkan pandangan tersebut, sehingga sebagai gantinya ia menambahkan satu jenis jalan kebenaran yang disebut kebenaran seni.
Kebenaran seni lahir sebagai alternatif, menawarkan realitas ilusi yang memberikan kemungkinan tanpa bersifat ceramah seperti tiga jenis jalan pencarian kebenaran lainnya (kebenaran agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat). Selain itu, kebenaran seni tidak bersifat dogmatis, yang berarti tidak ada pemaksaan kebenaran. Kebenaran seni menawarkan pengalaman estetis sehingga ia menyampaikan pengalaman secara emosional dan imajinatif. Lalu, bagaimana cara kerjanya? dalam kebenaran seni kita akan mengenal apa yang disebut Seni Objektif dan Seni Subjektif.
Seni Objektif adalah seni yang dapat digunakan sebagai wadah dialektika, hal ini dikarenakan seni objektif memiliki struktur dan makna yang sama bagi semua orang. Artinya, seni objektif dapat mengantarkan kepada kesadaran yang lebih tinggi. Sedangkan Seni Subjektif merupakan cerminan dari pengalaman emosi pribadi sang seniman, sehingga kehadirannya justru tidak memberi efek perubahan secara umum. Selain itu, kebenaran seni tidak hanya merujuk pada kesadaran transendental, tetapi sebagai cerminan realitas yang mewadahi pemahaman kritis. Dalam hal ini, seni hadir atas respon terhadap situasi yang disajikan dalam kehidupan, sehingga sudah sepatutnya kebenaran seni harus lahir dari logika sensasi, atau intuisi yang terencana.
Dalam upaya mencapai kebenaran melalui jalan kebenaran seni, kita bisa menggunakan metode analitik-holistik. Berikut akan saya ulas lebih jauh perihal cara kerja metode analitik-holistik.
Pertama, beragam perspektif untuk mencapai kebenaran seni tidak hadir sebagai ceramah, tetapi menimbang segala macam perspektif. Kebenaran dalam seni bukanlah sesuatu yang diberikan, tetapi dicari dan dikonstruksi bersama. Kedua, seni menghadirkan logika dan intuisi di mana ia bukan sekadar argumen verbal. Sehingga, seni membebaskan tafsir subjektif yang akan diuji dengan perspektif berbeda.
Ketiga, perlu digarisbawahi kebenaran seni tidak menyampaikan kebenaran mutlak, tetapi membuka ruang dialektika, sehingga ia tidak diterima sepenuhnya sebagai suatu pembenaran. Jadi, bagaimana contoh kebenaran dalam seni? kita bisa merasakan dan membangun ilusi tentang bagaimana atmosfer perang Bhratayudhha dengan cara menonton film Mahabharata. Kemudian, seni sebagai wadah dialektika menawarkan seseorang mengalami suatu kebenaran emosional dan intelektual tanpa harus mengalaminya secara langsung. Dengan pengalaman empiris yang berbeda, setiap orang akan memaknai sebuah karya dengan berbeda pula sehingga segala sesuatunya tidak bersifat mutlak.
Di tengah keberlangsungan diskusi, muncul sebuah pertanyaan “Apa kekurangan jalur kebenaran seni?“ hal yang mencakup kekurangan jalan kebenaran seni adalah ia tidak selalu dapat langsung diterima oleh khalayak umum, ada proses yang mesti ditempuh agar ia bisa tumbuh dan dimaknai oleh segelintir orang. Selain itu, sebagai langkah awal implementasi kebenaran seni, sebagai seniman kita mesti mempertimbangkan target audiens kita, meskipun bukan menjadi tujuan pokok bahwasanya seni yang ditampilkan atau dihadirkan harus dipahami dan diterima. Sebab, seni memiliki koridornya sendiri untuk dapat berdiri. Kebenaran Seni dapat menjadi opsi yang cukup relevan untuk mengungkapkan segala macam kondisi yang terjadi saat ini dan seterusnya, dengan kecenderungannya yang fleksibel dan tidak konstan membuatnya dapat disesuaikan dengan berbagai macam peristiwa yang ada.
*Ariel Valeryan merupakan mahasiswa Jurusan Teater di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Lahir di Kuningan, 28 Maret 2005. Mengenal teater sejak bangku SMP namun mulai terlibat lebih jauh sejak Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga saat ini.
Penyunting: Hana Diah
Ilustrator: Laurancia Melani