Home Default Blog
Konflik sengketa tanah warga Dago Elos dengan PT. DAGO INTI GRAHA serta keluarga Muller kini genap berusia 8 tahun namun dampak yang ditimbulkan masih terasa. Hal tersebut menggerakan Studio Bangkrut yang didukung Forum Dago Elos serta Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB untuk menyelenggarakan pameran dan diskusi dengan tajuk “Dago Melawan” yang bertempat di Gedung Fragment Project JL.Ir. H. Juanda No.23 Bandung. Pameran dan diskusi yang berlangsung dari tanggal 4 hingga 5 Mei 2024 ditujukan untuk menyebarkan informasi mengenai situasi terkini mengenai konflik sengketa tanah warga Dago Elos.

Beberapa karya yang ditampilkan dalam pameran ini antara lain baton, payung, marka jalan, gambar tangan dari anak-anak serta berbagai foto dokumentasi ketika warga sedang melakukan aksi protes.
Sesi diskusi terbagi menjadi dua, yang pertama pada hari Sabtu, 4 Mei 2024 diisi oleh Angga Sulistia Putra selaku ketua dari Forum Dago Melawan yang membahas mengenai sejarah warga Dago Elos dari masa ke masa. Lalu sesi diskusi kedua, pada hari Minggu 5 Mei 2024 diisi oleh Ibu Ayang.

Ayang menjelaskan mengenai dampak konflik pada warga Dago Elos sesudah terjadinya sengketa yang terbagi menjadi 3 aspek bagian, yakni aspek pertama ekonomi, yang berkaca pada peristiwa pengrebekan dilakukan oleh aparat kepolisian pada 13 Agustus 2023, bahwa warga Dago Elos tidak dapat melakukan kegiatan wirausaha selama 2 hari penuh karena kondisi tidak kondusif serta ditambah dengan aset milik warga yang rusak seperti tempat tinggal dan kendaraan pribadi. Pihak kepolisian sudah menawarkan solusi berupa pendataan untuk barang- barang yang terdampak oleh hal namun warga lebih memilih untuk memperbaikinya dengan menggunakan dana kolektif. Acara-acara hiburan yang kini sering diadakan memiliki tujuan untuk mengenjot kembali perekonomian warga sekitar.
Lalu pada aspek pendidikan, para pelajar di Dago Elos banyak melakukan dispensasi ketika orang tua mereka melakukan aksi turun ke jalanan, hal tersebut dilakakukan bukan tanpa alasan akan tetapi sebagai bentuk solidaritas dimana anak-anak suka atau tidak menjadi lebih kritis atas dampak nyata yang terjadi di dalam lingkungan mereka tinggal. Ayang juga menjelaskan bila terdapat pula kelas pendidikan hukum bagi para warga Dago Elos agar dapat mempelajari konflik secara lebih mendalam, mereka juga mengeluarkan dana hingga setengah milyar untuk meneliti serta menerjemahkan berbagai dokumen dalam mendukung bukti-bukti di pengadilan selain itu terdapat juga pengajian rutin setiap malam Jumat untuk penguatan untuk sisi rohani.
Terakhir, Ayang menjelaskan aspek kesehatan akibat dampak konflik yang mana kini warga Dago Elos kembali membuka klinik kesehatan mereka secara mandiri setiap hari sabtu dengan bantuan sekedarnya. Konflik ini memiliki terutama dalam segi kesehatan mental, anak-anak dan manula masih memiliki trauma ketika melihat segelintir orang yang berpakaian seragam serta suara-suara sirine.
“Anak saya sendiri sudah dipanggil 2 kali oleh kepala sekolah karena menyerang siswa yang berpakaian polisi ketika acara 17 agustus dan ketika anak-anak mempresentasikan cita-cita mereka di kelas,” ujar Ayang.
Pada selebaran kabar berkala Bewara! Edisi #2 Mei 2024 yang dibagikan kepada pengunjung pameran Tim Hukum Dago Elos menyatakan bahwa, terhitung pada 19 Maret 2024 pihak Pengadilan Negeri Bandung mengirimkan teguran (aamaning) terhadap tergugat warga Dago Elos untuk menjalankan isi putusan Pengadilan Negeri Bandung dengan Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 109 PK/Pdt/2022.
lebih lanjut, Tim Advokasi Dago Elos menemukan dua indikasi terjadinya praktik mafia tanah yaitu dengan menemukan dugaan tindak pemalsuan penetapan ahli waris oleh Heri Hermawan, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama Cimahi pada 15 Agustus 2023. Serta peryataan putusan Pengadilan Negeri Bandung Nomor 454/PDT.G/2016/PN.Bdg, (halaman 118, paragraf 2) dimana terdapat pernyataan palsu bahwa pada tanggal 7 Agustus 1899 telah terjadi penyerahan kepemilikan lahan dari N.V Simongan ke George Hendrik Muller sebagai kakek dari Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller. Sedangkan berdasarkan penelusuran Tim Advokasi Dago Elos George Hendrik Muller sendiri lahir pada 24 Januari 1906.
Di penghujung diskusi, Ayang menuturkan bila perjuangan paling kecil warga Dago Elos kini adalah dengan tetap tidur dan mendiami rumah masing-masing
“Perjuangan paling lemah serta kecil untuk saat ini bagi kami adalah dengan tetap tidur di rumah masing-masing,” ujar Ayang.
Penulis : Muhammad Haikal Athar Abdullah
Dokumentasi : Muhammad Haikal Athar Abdullah
Penyunting : Meylfin Ridona