Home Default Blog
Sebagai buntut dari pelarangan pementasan “Wawancara dengan Mulyono” di Studio Teater ISBI Bandung pada Sabtu, 15 Februari 2025, lembaga ISBI Bandung melakukan konferensi pers di Gedung Rektorat Lantai 4 pada Selasa, 18 Februari 2025. Juru bicara konferensi pers dari pihak ISBI Bandung adalah Dr. Retno Dwimarwati, S. Sen., M. Hum. (Rektor ISBI Bandung), Indra Ridwan, S.Sos., M.Sn., M.A., Ph.D (Wakil Rektor Bidang Akademik & Kemahasiswaan), dan Dr. Supriatna, S.Sn., M.Sn. (Wakil Bidang Kerja Sama, Hubungan Masyarakat & Sistem Informasi) yang dimoderatori oleh Iip Sarip Hidayana, S.Sn, M.Sn.

Dalam acara konferensi pers tersebut, pihak kampus ISBI Bandung merilis siaran pers yang merangkum 4 poin utama mengapa pementasan “Wawancara dengan Mulyono” dilarang oleh pihak kampus ISBI Bandung, 4 poin tersebut yakni sebagai berikut:
1. Administrasi dan Perizinan
Pihak kampus menyatakan bahwa, setiap penggunaan fasilitas kampus harus melalui proses perizinan resmi, termasuk pengajuan surat permohonan secara tertulis dan evaluasi oleh pihak ISBI Bandung.
2. Kewenangan Kampus untuk Mengatur Pemanfaatan Fasilitas
ISBI Bandung menyatakan bahwa, pihak kampus memiliki kewenangan untuk memastikan bahwa fasilitas kampus digunakan untuk kegiatan akademik dan pengembangan seni budaya yang membangun dan bebas dari konflik kepentingan, termasuk yang bernuansa politik, serta menghindari konten yang berpotensi mengandung pro dan kontra, yang dapat memicu keresahan atau pertentangan di masyarakat.
3. Prinsip Netralitas Kampus sebagai Institusi Pendidikan Tinggi Negeri
Sesuai dengan UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN (UU ASN) Pasal 2, dosen dan tenaga kependidikan dengan status ASN wajib bersikap netral. Aktivitas berkesenian yang mengangkat isu-isu sensitif berpotensi dipersepsikan sebagai bagian dari konflik politik yang dapat mencederai prinsip netralitas kampus.
4. Kondusivitas Kampus dan Potensi Polarisasi
Pihak kampus menyatakan bahwa, pertunjukan yang mengangkat narasi negatif terhadap tokoh tertentu, dapat memicu protes dan reaksi keras dari pihak-pihak yang tidak setuju. Dampaknya, kampus dapat dijadikan sebagai arena konflik atau mendapat tekanan dari pihak eksternal, terutama jika isu ini diangkat oleh media atau viral di media sosial. Hal ini dinilai dapat menimbulkan ketegangan sosial, yang berisiko merusak ketertiban serta nama baik ISBI Bandung, jika kegiatan ini dipersepsikan sebagai dukungan terhadap gerakan pembentukan opini pada tokoh tertentu pasca pemilihan presiden.

Dalam rilisan pers tersebut, terdapat dalih-dalih yang dinilai kontradiktif , sebagaimana dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Proses perizinan yang sudah diajukan oleh pihak teater payung hitam kepada pihak ISBI Bandung pada 9 Januari terhalangi oleh rumitnya prosedur, sehingga pihak ISBI Bandung melakukan pengabaian terhadap surat kerja sama, dikarenakan pertunjukan “Wawancara dengan Mulyono” dinilai tidak memenuhi persyaratan yang dibuat oleh lembaga.
2. Kewenangan pihak kampus dalam mengatur pemanfaatan fasilitas tetap berujung pada penggembokan ruangan, dengan alasan seperti terbatasnya ruang pertunjukan di lingkungan ISBI Bandung serta padatnya jadwal perkuliahan.
3. Istilah “netralitas politik” yang dipakai oleh pihak kampus memiliki kerancuan, dikarenakan hal tersebut sudah terjamin dalam UU RI No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bagian kedua mengenai Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang membahas Kebebasan Akademik, Kebebasan Mimbar Akademik, dan Otonomi Keilmuan. Terutama pada pasal 8 (3) yang menyatakan bahwa “Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab pribadi Civitas Akademika, yang wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan Tinggi”.
4. Terdapat bias subjektivitas bahwa pihak ISBI Bandung hanya berfokus kepada dampak negatif dari pertunjukan “Wawancara dengan Mulyono” seperti protes, polarisasi konflik, dan tekanan eksternal. Dengan mengabaikan pertimbangan kemungkinan-kemungkinan dampak positif yang timbul setelah pertunjukan digelar, seperti memicu diskusi kritis atau meningkatkan kesadaran isu sosial terutama dalam hal pendidikan.
Pihak ISBI Bandung menegaskan bahwa mereka tetap membuka kesempatan bagi kelompok Teater Payung Hitam untuk mengadakan pertunjukan lain di lingkungan kampus. Namun, khusus untuk garapan teater berjudul “Wawancara dengan Mulyono”, pihak ISBI Bandung telah memutuskan bahwa pertunjukan tersebut tetap tidak diizinkan untuk ditampilkan di dalam lingkungan kampus. Sebagai alternatif, pihak ISBI Bandung merekomendasikan kepada kelompok Teater Payung Hitam untuk menampilkan garapan tersebut di luar lingkungan kampus seperti Gedung Indonesia Menggugat atau Gedung Kesenian Rumentang Siang.
Wacana perancangan Standar Operasional Prosedur (SOP) oleh ISBI Bandung yang mencakup mekanisme kuratorial, secara terselubung dapat berpotensi menjadi sebuah tindakan intervensi atau bahkan penyensoran pada setiap karya yang dinilai kontroversial dan sensitif di mata lembaga dengan standarisasi sepihak.
Penulis: M. Haikal Athar A.
Dokumentasi: M. Haikal Athar A, Ossa Fauzan Nasrulloh
Penyunting: Marissa Anggita