Home Default Blog

UPAYA MENGHIDUPKAN NASKAH LAKON DALAM “PASARLAKON BANDUNG PLAY FEST 2025”
ARTIKEL

UPAYA MENGHIDUPKAN NASKAH LAKON DALAM “PASARLAKON BANDUNG PLAY FEST 2025”

Di tengah dinamika budaya populer yang terus berkembang bersamaan dengan gerusan teknologi digital, naskah lakon sering kali terpinggirkan dibandingkan dengan bentuk sastra lainnya. Pameran PasarLakon adalah salah satu rangkaian dari Bandung Play Fest 2025 yang berlangsung pada 10 -13 Januari di Gedung Institut Francais Indonesia (IFI) Bandung hadir sebagai jawaban atas keresahan tersebut dengan mengangkat tema ” Amatirisme di Sudut Remang Bandung”. Hal tersebut dilandaskan pada bentuk teater Kota Bandung terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda mulai dari kelompok teater kampus hingga kelompok teater independen dan juga untuk menghadirkan sebuah panggung dalam menghidupkan naskah-naskah lakon yang kadangkala terhenti di meja penulisnya sendiri yang dibaluti pula oleh rasa kebingungan dan kurangnya rasa percaya diri. 

Miskonsepsi tersebut dapat menjadi sebuah penghalang dari keberlangsungan proses kreatif, perlu ditegaskan bahwa kehadiran naskah lakon begitu penting dalam suatu garapan lakon menimbang bahwa sutradara dengan segala otoritasnya pun tidak dapat melakukan pertunjukan  jika tidak mempunyai rancangan naskah terlebih dahulu. Naskah lakon bukan hanya sekumpulan kata, lebih dari itu ia dapat menjadi refleksi mengenai emosi dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang sedang terjadi pada zamannya. Sehingga, PasarLakon menjadi ruang pembuktian bahwa naskah memiliki kekuatan dalam membangun dan menciptakan sebuah diskursus untuk mengkritisi keadaan sosial.

 

Suasana booth penukaran lembar naskah lakon dalam pameran PasarLakon Bandung Play Fest 2025, 12 Januari 2025 (Foto: ⁠Raesha Nurfitriani Hardiana/LPM Daunjati)

Dalam hal yang membedakan PasarLakon dengan pameran lain, Afida sebagai ketua tim display dari PasarLakon turut menjelaskan bahwa “Alih-alih hanya memamerkan naskah tersebut sebagai suatu benda mati, kita mempunyai konsep pasar dimana terdapat proses transaksi, kita berupaya menghadirkan naskah fisik yang tidak dapat dibawa pulang untuk menghargai konsen penulis terhadap Copyright”  ujarnya.

Untuk alur dalam pameran ketika mengunjungi PasarLakon terdapat 4 macam area yang akan dilalui oleh pengunjung. Pada area “Tester” pengunjung akan disambut oleh dua tampilan instalasi yaitu pertama, “Archetype Visual ” yang terdiri dari 21 buah kertas-kertas di yang tersusun rapi di tembok dengan menunjukan 4 macam gambar sebagai simbolisasi dari isi naskah lakon, tidak ada judul atau penjelasan rinci, sehingga menciptakan teka-teki tersendiri sebagai bentuk interaksi awal terhadap naskah lakon. Untuk instalasi kedua yaitu “Audio Spectrum” dengan menghadirkan bentuk spektogram sebagai bentuk sandingan dari  “Archetype Visual ” . Lalu, kertas tersebut kemudian diserahkan kepada penjaga booth di area “Transaksi”, yang akan membantu mengidentifikasi naskah lakon sesuai dengan potongan gambar tersebut. Setelah menerima naskah lakon, pengunjung akan diberikan kertas struk berisi profil dan alamat email dari pembuat naskah lakon lalu mereka diarahkan untuk duduk pada area “Reading” atau tempat membaca yang telah disediakan.

Suasana pengunjung pameran PasarLakon Bandung Play Fest 2025, 12 Januari 2025 (Foto: ⁠Raesha Nurfitriani Hardiana/LPM Daunjati)

Konsep-konsep interaktif dalam pameran PasarLakon Bandung Play Fest 2025 tidak terlepas dari kontribusi dua kurator utamanya, Gulang S. Pangarsa dan Maria Pankratia. Gulang, seorang lulusan teknik informatika sekaligus pendiri Teater Titik di Telkom University Bandung, membawa pendekatan yang berakar pada pengalaman seni pertunjukan lokal dan teknologi. Sementara itu, Maria, seorang penggiat literasi dari Yayasan Klub Buku Petra di Nusa Tenggara Timur, menawarkan perspektif yang kuat dalam membangun keterhubungan antara seni naskah dan masyarakat. Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, keduanya berupaya menyelaraskan visi untuk menciptakan pameran yang tidak hanya informatif, tetapi juga relevan bagi berbagai kalangan, dengan pendekatan yang subversif dan radikal. Kombinasi dari kedua perspektif kurator tersebut menjadi dasar kuat dalam membangun konsep PasarLakon, menjadikannya ruang apresiasi sekaligus refleksi terhadap eksistensi dari para naskah lakon saat ini.

Tim kurator PasarLakon dalam diskusi panel Bandung Play Fest 2025, dari kiri ke kanan : Gulang S.Pangarsa dan Maria Pankratia, 11 Januari 2025 (Foto: ⁠Raesha Nurfitriani Hardiana/LPM Daunjati)

Tim kurator PasarLakon dalam diskusi panel Bandung Play Fest 2025, dari kiri ke kanan : Gulang S.Pangarsa dan Maria Pankratia, 11 Januari 2025 (Foto: ⁠Raesha Nurfitriani Hardiana)

Dalam proses kuratorial, Gulang menekankan bahwa “saya berfokus kepada naskah yang memiliki jejak lokalitas tersendiri dan yang pernah memiliki pengalaman tubuh” ujarya. Hal tersebut dimaksudkan bahwa karya yang dipilih harus mampu merepresentasikan akar budaya serta menggambarkan dinamika emosional yang autentik, sehingga mampu menghadirkan pengalaman yang lebih nyata bagi penonton. Perspektif ini menekankan bagaimana naskah tidak hanya menjadi medium bercerita, tetapi juga ruang untuk meresapi nilai-nilai lokal yang kaya akan makna. Di sisi lain, Maria menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh naskah lakon dalam konteks distribusi dan pengakuan publik. Menurutnya, naskah lakon masih kalah populer dibandingkan bentuk sastra lain seperti cerpen atau novel  karena masih kurangnya ruang khusus semisal bank naskah untuk mengelola naskah-naskah lakon. Lebih jelasnya ia menuturkan “Belum menjadi hal yang umum dibandingkan dengan cerpen fiksi, distribusinya pun gimana kita nggak tahu, masih belum ada semacam ruang atau bank naskah yang bisa mendistribusikan naskah-naskah lakon yang ada” ungkapnya. 

Melalui bentuk rangkaian kegiatan yang variatif, festival ini membuka pintu bagi siapa saja, baik pelaku seni maupun masyarakat umum, untuk terlibat secara aktif. Festival ini pun bukan hanya sekadar ajang untuk pertunjukan seni belaka melainkan sebuah langkah awal untuk menanamkan nilai apresiasi terhadap para penulis naskah sebagai jantung dari pertunjukan teater secara lebih luas.


Penulis: M. Haikal A. A.
Dokumentasi: ⁠Raesha Nurfitriani Hardiana
Penyunting: Ossa Fauzan N.