Home Default Blog
Kamar mandi di rumah saya adalah tipe kamar mandi minimalis. Tidak ada water heater, bathtub, shower maupun kloset duduk, hanya ada bak mandi dan dua ember sebagai tempat menampung kebutuhan air untuk mandi, mencuci, dan buang air.
Ada satu aturan penting dalam keluarga saya: bagi setiap pengguna air bak, harus selalu membuka keran air saat sedang dipakai dan ditutup kembali jika sudah selesai. Hal ini supaya air di bak mandi selalu tersedia apabila darurat dibutuhkan. Saya sering kena omel ibu ketika lupa tidak membuka keran air saat mandi. “Angger, sok ngantep bak nepi ka kosong” katanya. Kebiasaaan, suka membiarkan bak kosong!
Selain selalu terisi penuh, bak mandi juga sesekali dikuras untuk dibersihkan, karena kalau air lama-lama dibiarkan biasanya suka muncul jentik nyamuk atau kotoran lain yang masuk lalu mengendap di dasar bak. Lain hal kalau airnya mengalir, tidak akan membuat nyamuk betah berkembang biak.
Bicara soal air mengalir, saya teringat perkataan Imam Syafi’i :
“Inni roaitu wuqufal ma’i yufsiduhu, in saala toba, wa in lam yajri lam yatib” (Aku melihat genangan membuat air itu tercemar, jika saja airnya mengalir maka akan lebih segar, karena tidak mengalir airnya sehingga tidak baik)
Saya jadi tahu kalau air harus dikelola dengan baik, harus seimbang pula cash and flownya, kapan harus ditampung dan dialirkan. Hal ini mungkin selaras dengan pemodelan dinamika sistem yang dikembangankan Jay Forrester, sistem yang baik adalah yang mengalami kedua feedback positif dan negatif jika dianalogikan seperti tata kelola bak mandi tadi. Begitupun kalau diterapkan pada tata kelola yang lebih kompleks, seperti sistem ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dll.
Pada tahun 2021, https://www.vice.com/ pernah merilis satu artikel mengenai penelitian ulang Gaya Herrington -seorang peneliti dinamika sistem keberlanjutan- terkait prediksi MIT 1972. Dalam artikel berjudul “MIT Predicted in 1972 That Society Will Colapse This Century, New Research Shows We’re On Schedule”, penulis artikel tersebut menuturkan bahwa dengan sistem industri kapitalis yang meraup keuntungan sebesar mungkin tanpa memerhatikan dampaknya terhadap sumber daya alam, akan sangat memicu kolaps perekonomian dunia global di tahun 2040. Hal ini didasarkan pada hasil temuan Herrington bahwa keadaan dunia saat ini sesuai dengan prediksi para peneliti MIT (Massachusetts Institute of Technology) 1972. Datanya menyebutkan bahwa populasi dan pertumbuhan ekonomi meningkat sementara sumber daya alam semakin menurun.
System Dynamics atau dinamika sistem, biasa digunakan sebagai sebuah pemodelan untuk menjelaskan sistem-sistem yang kompleks. Semisal pada kasus ini, Gaya Herrington menggunakan system dynamics untuk menganalisis kapitalisme, yang menjadi tonggak perekonomian dunia saat ini.
Dengan system dynamics sebagai pisau analisisnya, ia memprediksi bahwa kapitalisme akan mencapai titik akhir pertumbuhan dan akan berimbas pada kehancuran dunia industri. Asumsinya didasarkan pada kapitalisme yang tidak mengalami feedback negatif. Seperti halnya bak mandi yang diisi air dan dibiarkan hingga penuh tanpa ada pengurasan, maka air akan meluap keluar karena sudah melebihi kapasitas wadahnya.
Ekonomi kapitalistik menghendaki hal yang serupa, sumber daya alam terus menerus diperas untuk memenuhi bak kebutuhan (baca: keserakahan) sebagian manusia. Sumber daya alam semakin lama kian menipis, sementara hasilnya yang out of capacity hanya dinikmati sebagian orang, lalu yang tersisa untuk dinikmati bersama adalah efek kehancuran dan bencana. Inilah dunia yang kita rasakan saat ini.
Referensi:
Penulis: Jundighifari
Penyunting: Hana Diah Khoerunnisa